01864 2200205 4500001002100000005001500021035002000036007000300056008004100059020002200100082001200122084001900134100001700153245005100170250001100221260003400232300003200266700002100298520133900319INLIS00000000000851420230911092707 a0010-0923000548ta230911 g 1 ind  a978-623-305-177-4 a899.221 a899.221 HER k0 aHery Sudiono1 aKelanjutan Cerita dan Semesta di Mulut Krishna aCet. 1 aYogyakarta :bBasabasi,c2021 avi + 158 hlm. ;c12 x 19 cm0 aZulkarnaen ishak aKegandrungan saya menulis cerita serta melukis memberi saya kemungkinan mencampuradukkan apa yang muncul di dalam diri saya dan yang mendatangi diri saya. Saya kerap memperlakukan kata-kata seperti memperlakukan cat, mengolah dan mencampuraduk mereka sehingga membentuk sesuatu. Keduanya melibatkan imajinasi dan perspektif, memunculkan beragam bentuk dan adonan warna, sehingga keduanya pun terasa saling mempengaruhi. Mungkin itu yang membuat bahasa—atau lebih sempit, kata—di dalam cerita-cerita ini terasa lebih sebagai bangunan narasi, sebuah komposisi naratif, sebagaimana komposisi visual dalam seni rupa. Tak jarang bahasa menghasilkan selaan atau usikan yang menggoyahkan bangunan narasi, mengacaukan alur, mengayun-ayunkan saya, atau pembaca, di antara denotasi dan konotasi, berniat menghancurkan apa saja karena sekadar menampung hal-hal fiksional, gumam, celoteh, perasaan, mimpi, hasrat, gebalau pikiran sadar, gejolak alam bawah, dan sebagainya. Semuanya bekerja dalam bentuk yang melompat-lompat di antara pendekatan metafiksi dan vignette yang lebih banyak mengabdi kepada fragmen momen, emosi, aliran kesadaran dan di saat yang sama mempertanyakan batas realitas dalam cerita dan keterlibatan pembaca, dikendalikan oleh kegandrungan kepada kenisbian realitas yang dibalut skenario remeh atau kekurangannya.